Tuna daksa merupakan pengertian dari cacat tubuh. Istilah lain dari Tunadaksa adalah sebagai berikut: Cacat Fisik, Cacat Orthopedi, Crippled, Phocially handicapped, Physically Disabled.
kelainan yang meliputi cacat tubuh atau kerusakan tubuh, kelainan atau kerusakan pada fisik dan kesehatan, Kelainan atau kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan Otak dan saraf tulang belakang
kelainan yang meliputi cacat tubuh atau kerusakan tubuh, kelainan atau kerusakan pada fisik dan kesehatan, Kelainan atau kerusakan yang disebabkan oleh kerusakan Otak dan saraf tulang belakang
Namun bagi para penderita Tuna daksa, apa yang mereka derita bukan menjadi suatu keterbatasan melainkan menjadi acuan untuk berprestasi meskipun memiliki kelainan secara fisik, seperti yang dilakukan oleh sepuluh pelukis di bawah ini
1. Benyamin Tan
Pelukis mulut yang memiliki nama lengkap Benjamin Tan Boon Chuan. Benjamin Tan Boon Chuan, seorang pria berkewarganegaraan Singapura yang mengalami kelumpuhan tangan dan kaki saat ia berusia 2 tahun dan sejak saat itu ia duduk di kursi roda. Meski demikian, kekurangan itu tak membuat pria yang berulang tahun 27 Maret itu patah semangat. Justru kekurangan itu pula yang membuatnya makin yakin untuk menapaki hidup. Pria yang menetap di Jakarta sejak tahun 2000 adalah seorang Maestro lukisan mulut dan kaki yang telah bergabung dengan Asosiasi Pelukis Mulut dan Kaki Internasional. Walau cacat tangan dan kaki, namun lukisan dengan kuas yang digigitnya tidak kalah bagus dari karya pelukis yang lengkap anggota tubuhnya.
Benjamin, begitu ia biasa disapa, menyukai aliran naturalis. Tiap melukis, nuansa bunga selalu terlihat dari hasil goresannya. Hasilnya tak jauh berbeda dengan karya lain yang pelukisnya memiliki kondisi fisik lebih sempurna. Hasil Lukisannya ia kirim ke Asosiasi Pelukis Mulut dan Kaki International dan mendapatkan hasil dan lukisannya yang terjual.
Kini ia menetap di Jakarta. Dengan pernikahan sebelumnya dengan Supina, wanita asli jawa, ia memiliki dua anak berumur 12 dan 2 tahun. dan kini, ia ditemani istrinya Lia, wanita yang dinikahinya tahun 2007, yang dengan setia menemani hari-harinya. "jangan mudah putus asa, lihat saya, meskipun saya cacat, tapi saya tidak putus asa" ujar pria periang ini saat diwawancara salah satu stasiun televisi.
Benjamin, begitu ia biasa disapa, menyukai aliran naturalis. Tiap melukis, nuansa bunga selalu terlihat dari hasil goresannya. Hasilnya tak jauh berbeda dengan karya lain yang pelukisnya memiliki kondisi fisik lebih sempurna. Hasil Lukisannya ia kirim ke Asosiasi Pelukis Mulut dan Kaki International dan mendapatkan hasil dan lukisannya yang terjual.
Kini ia menetap di Jakarta. Dengan pernikahan sebelumnya dengan Supina, wanita asli jawa, ia memiliki dua anak berumur 12 dan 2 tahun. dan kini, ia ditemani istrinya Lia, wanita yang dinikahinya tahun 2007, yang dengan setia menemani hari-harinya. "jangan mudah putus asa, lihat saya, meskipun saya cacat, tapi saya tidak putus asa" ujar pria periang ini saat diwawancara salah satu stasiun televisi.
2. Agus Yusuf
Ejekan kerap diterima Agus Yusuf, warga Sidomulyo, Sawahan, Madiun, Jawa Timur pada masa lalu. Kini, semua ejekan itu sirna seiring prestasi yang diukir Agus. Betapa tidak, karyanya kini dipamerkan di Swiss. Agus yang ketika lahir sudah tidak normal tanpa lengan dan satu kaki kirinya cacat, sejak kecil belajar melukis dengan menggunakan mulut dan kaki di atas kanvas putih.
Agus Yusuf, 35, tidak pernah bermimpi bahwa ia akan menjadi bagian dari Asosiasi Seniman Lukisan Mulut dan Kaki. Ini adalah organisasi untuk mulut dan kaki lukisan dasar seniman di Swiss. Setiap bulan, ia mengirim tiga lukisan ke Swiss. Untuk satu lukisan Agus telah dibayar Rp6 juta (US $ 600). Jika salah satu lukisannya dipilih untuk tujuan komersial seperti untuk kartu pos dia akan dibayar lebih US $ 600. Sampai 2005 (setelah tujuh tahun), setidaknya 30 peaces lukisannya dipilih untuk tujuan komersial.
Agus Yusuf, 35, tidak pernah bermimpi bahwa ia akan menjadi bagian dari Asosiasi Seniman Lukisan Mulut dan Kaki. Ini adalah organisasi untuk mulut dan kaki lukisan dasar seniman di Swiss. Setiap bulan, ia mengirim tiga lukisan ke Swiss. Untuk satu lukisan Agus telah dibayar Rp6 juta (US $ 600). Jika salah satu lukisannya dipilih untuk tujuan komersial seperti untuk kartu pos dia akan dibayar lebih US $ 600. Sampai 2005 (setelah tujuh tahun), setidaknya 30 peaces lukisannya dipilih untuk tujuan komersial.
3. Salim Harama
Salim Harama berasal dari Pogung Lor, Sinduadi, Mlati, Sleman Yogyakarta. Tubuhnya memang tidak seperti orang normal lainnya. Namun, tekadnya cukup keras untuk menjadi pelukis, sehingga berbagai upaya pun terus dilakukan agar cita-citanya tersebut bisa tercapai. Mulai belajar melukis dengan kaki sejak tahun 1998, namun baru tahun 2004 ia benar-benar menggeluti seni lukis.
Awalnya memang tidak mudah, namun berkat upaya kerasnya, kini Salim bisa menghasilkan karya-karya lukis yang sangat indah. Semua karya lukisannya dikirim ke Swiss melalu Association of Mouth dan Foot Painting Artist atau AMFPA.
Awalnya memang tidak mudah, namun berkat upaya kerasnya, kini Salim bisa menghasilkan karya-karya lukis yang sangat indah. Semua karya lukisannya dikirim ke Swiss melalu Association of Mouth dan Foot Painting Artist atau AMFPA.
4. Faisal Rusdi
Faisal Rusdi menyandang celebral palsy (CP) sejak bayi. Karena keterbatasan itu, ia mengalami banyak diskriminasi. Namun Faisal tak pernah menyerah. Selain menjadi aktivis penyandang disabilitas, ia kini pelukis anggota Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA), organisasi internasional pelukis dengan kaki dan mulut.
Faisal Rusdi lahir di Bandung, 2 November 1974. Sejak kecil Faisal menderita celebral palsy. Karena keterbatasan itu, ia disekolahkan di Sekolah Luar Biasa D1 Yayasan Pembinaan Anak Cacat Bandung. Artinya, ia dikategorikan sebagai penyandang disabilitas tubuh dan mental. Pembedaan ini membuat Faisal merasa tersingkir. Pasalnya, siswa SLB D dipersiapkan masuk ke sekolah umum. Sedangkan siswa SLB D1 seperti Faisal hanya diberi keterampilan. Alasannya, penyandang disabilitas tubuh dan mental tidak bisa menangkap materi pelajaran.
Faisal kemudian mengasah kemampuan seninya di Sanggar Lukis Rangga Gempol, Bandung. Sanggar itu milik pelukis terkenal almarhum Barli. Namun, seperti halnya di YPAC, di sanggar ini juga Faisal mengalami diskriminasi. Dia dianggap tidak mampu mencerna materi kursus yang diberikan seperti peserta lain. Karena itu Faisal selalu belajar sendiri dalam satu ruangan. Dia merasa kembali dipinggirkan keadaan, tapi tidak berdaya. “Kenapa saya harus dibedakan dari yang lain? Kalau saya memang tidak bisa, ya sudah. Tapi paling nggak saya dikasih kesempatan yang sama dengan anak-anak lain,” katanya.
Setelah merasa biasa dan mampu melukis menggunakan mulut, pada tahun 2001 Faisal mendaftar menjadi anggota AMFPA. Dia mengirimkan beberapa lukisan ke AMFPA yang berpusat di Swiss. Jawaban permohonan tersebut baru terjawab tahun 2002. Faisal diterima menjadi student member AMFPA.
Faisal Rusdi lahir di Bandung, 2 November 1974. Sejak kecil Faisal menderita celebral palsy. Karena keterbatasan itu, ia disekolahkan di Sekolah Luar Biasa D1 Yayasan Pembinaan Anak Cacat Bandung. Artinya, ia dikategorikan sebagai penyandang disabilitas tubuh dan mental. Pembedaan ini membuat Faisal merasa tersingkir. Pasalnya, siswa SLB D dipersiapkan masuk ke sekolah umum. Sedangkan siswa SLB D1 seperti Faisal hanya diberi keterampilan. Alasannya, penyandang disabilitas tubuh dan mental tidak bisa menangkap materi pelajaran.
Faisal kemudian mengasah kemampuan seninya di Sanggar Lukis Rangga Gempol, Bandung. Sanggar itu milik pelukis terkenal almarhum Barli. Namun, seperti halnya di YPAC, di sanggar ini juga Faisal mengalami diskriminasi. Dia dianggap tidak mampu mencerna materi kursus yang diberikan seperti peserta lain. Karena itu Faisal selalu belajar sendiri dalam satu ruangan. Dia merasa kembali dipinggirkan keadaan, tapi tidak berdaya. “Kenapa saya harus dibedakan dari yang lain? Kalau saya memang tidak bisa, ya sudah. Tapi paling nggak saya dikasih kesempatan yang sama dengan anak-anak lain,” katanya.
Setelah merasa biasa dan mampu melukis menggunakan mulut, pada tahun 2001 Faisal mendaftar menjadi anggota AMFPA. Dia mengirimkan beberapa lukisan ke AMFPA yang berpusat di Swiss. Jawaban permohonan tersebut baru terjawab tahun 2002. Faisal diterima menjadi student member AMFPA.
5. Sabar Subadri
Sabar Subadri, 32, boleh saja tak memiliki dua lengan. Ia cacat sejak lahir. Namun, keterbatasan itu tak membuatnya merasa menjadi orang yang berbeda dengan orang normal. Justru yang membuatnya berbeda adalah semangat dan pencapaiannya, yang bisa dikatakan berhasil melampaui pencapaian orang normal pada umumnya.
Sabar adalah salah satu dari sedikit pelukis cacat yang melukis menggunakan kaki. Yang membuatnya bangga, ia bisa masuk menjadi anggota Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA).
Saat duduk di bangku Kelas I SDN Kalicacing 2, Salatiga, bungsu dari tiga bersaudara itu pernah meraih juara pertama lomba lukis tingkat Kota Salatiga. Dan, sejak kelas V SD, ia pun memutuskan untuk menggeluti dunia lukis sebagai jalan hidupnya.
Kini, sudah ratusan lukisan yang ia buat dengan kakinya. Dan, sebagian dari lukisan tersebut telah dinikmati orang Kanada, Australia, Amerika Serikat, Korea serta sejumlah negara lain.
Sabar adalah salah satu dari sedikit pelukis cacat yang melukis menggunakan kaki. Yang membuatnya bangga, ia bisa masuk menjadi anggota Association of Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA).
Saat duduk di bangku Kelas I SDN Kalicacing 2, Salatiga, bungsu dari tiga bersaudara itu pernah meraih juara pertama lomba lukis tingkat Kota Salatiga. Dan, sejak kelas V SD, ia pun memutuskan untuk menggeluti dunia lukis sebagai jalan hidupnya.
Kini, sudah ratusan lukisan yang ia buat dengan kakinya. Dan, sebagian dari lukisan tersebut telah dinikmati orang Kanada, Australia, Amerika Serikat, Korea serta sejumlah negara lain.
6. Patricia Saerang
Kekurangan fisik sama sekali bukan penghalang bagi para penyandang cacat mengasah ketrampilan mereka. Seniman lukis Patricia Saerang, misalnya. Melalui sederetan karya lukisannya, perempuan yang kedua tangannya cacat sejak lahir ini mampu menjadi pribadi istimewa dibanding dengan orang-orang dengan fisik normal. Patricia dan keempat rekannya yang tergabung dalam Asociation Mouth and Foot Painting Artists (AMFPA) akan menggelar pameran lukisan di gedung World Trade Center Jakarta, Jakarta Pusat, 18-28 Juni mendatang. Pameran lukisan bertajuk "Air, Fire, and Water" ini adalah bagian dari ajang festival kebudayaan Jakarta Art 2002. Demikian dikatakan Patricia di Jakarta, baru-baru ini.
Perempuan yang lahir 34 tahun silam ini mengatakan, sejak kecil dia sudah gemar menggambar. Saat itulah Patricia mulai terbiasa melukis dengan kedua kakinya. Baru pada 1988, dia mulai belajar melukis secara profesional. Kini, Patricia terbiasa melukis di atas kertas bambu atau sutra dengan media cat air. Untuk satu lukisan, Patricia dapat menghabiskan waktu 2-3 pekan. Objek yang dipilih sebagai sumber inspirasinya biasanya digali dari keindahan alam, terutama flora dan fauna.
Perempuan yang lahir 34 tahun silam ini mengatakan, sejak kecil dia sudah gemar menggambar. Saat itulah Patricia mulai terbiasa melukis dengan kedua kakinya. Baru pada 1988, dia mulai belajar melukis secara profesional. Kini, Patricia terbiasa melukis di atas kertas bambu atau sutra dengan media cat air. Untuk satu lukisan, Patricia dapat menghabiskan waktu 2-3 pekan. Objek yang dipilih sebagai sumber inspirasinya biasanya digali dari keindahan alam, terutama flora dan fauna.
7. Sayang Bangun
Pelukis asal Medan, Sayang Petrus Bangun telah menerobos pasar internasional. Sudah hampir 32 tahun ia menggeluti dunia seni lukis. Namun, yang membuat Sayang Petrus istimewa adalah keterbatasan fisiknya yang mampu mengerjakan kesempurnaan sebuah lukisan.
Meskipun hanya menggunakan siku tangannya, hasil lukisan Sayang Bangun justru mampu memiliki nilai jual tinggi. “Semua lukisan saya harganya minimal Rp10 juta rupiah”, ujar ayah tiga orang anak tersebut.
Setelah impiannya bergabung dengan AMFPA (Assosiation of Mouth and Foot Painting Artists) terwujud, ia mengaku masih memiliki impian yang sampai sekarang belum terwujud. Ia ingin memiliki sebuah geleri lukisan.
“Pak SBY pernah berkata kepada saya kalau dia mau membantu saya mendirikan galeri lukisan, tuturnya. Kala itu, di acara Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) yang digelar pada 19 Desember 2007 di Lapangan Merdeka Medan, SBY beserta rombongan hadir,” ujarnya.
Meskipun hanya menggunakan siku tangannya, hasil lukisan Sayang Bangun justru mampu memiliki nilai jual tinggi. “Semua lukisan saya harganya minimal Rp10 juta rupiah”, ujar ayah tiga orang anak tersebut.
Setelah impiannya bergabung dengan AMFPA (Assosiation of Mouth and Foot Painting Artists) terwujud, ia mengaku masih memiliki impian yang sampai sekarang belum terwujud. Ia ingin memiliki sebuah geleri lukisan.
“Pak SBY pernah berkata kepada saya kalau dia mau membantu saya mendirikan galeri lukisan, tuturnya. Kala itu, di acara Hari Kesetiakawanan Sosial Nasional (HKSN) yang digelar pada 19 Desember 2007 di Lapangan Merdeka Medan, SBY beserta rombongan hadir,” ujarnya.
8. Muhammad Asroel
Cacat fisik ternyata tak jadi halangan bagi Muhamad Asroel untuk berprofesi sebagai pelukis di Ubud, Bali, sejak 2005 silam. Pemuda asal Jember, Jawa Timur, ini tetap berkarya meski tak memiliki tangan dan hanya dikaruniai satu kaki. Asroel bahkan sanggup bertahan hidup dengan profesinya tersebut.
Sehari-hari, Asroel tinggal di kamar kosnya di Banjar Kedewatan, Ubud. Melukis adalah rutinitas yang dilakoni seorang diri. Asroel biasanya menjepit kuas lukis di antara jari kaki kanan. Satu lukisan beraliran surealis mampu dia selesaikan dalam waktu satu pekan.
Bakat melukis Asroel terlihat sejak kecil dan saat tamat sekolah menengah atas ia merantau ke Yogyakarta. Putra pasangan Asbi Kinoh dan Serani ini lalu bekerja sebagai pelukis jalanan. Setelah beberapa tahun di Yogyakarta, Asroel mengadu nasib ke Bali dan bertemu seorang turis Australia yang memberinya modal usaha lukis.
Kini, Asroel sanggup menghidupi seorang istri dan satu anak dari hasil lukisnya. Hasil karya Asroel dihargai berkisar Rp 1 juta hingga Rp 15 juta. Lukisan Asroel banyak diminati para kolektor seni asal Eropa.
Sehari-hari, Asroel tinggal di kamar kosnya di Banjar Kedewatan, Ubud. Melukis adalah rutinitas yang dilakoni seorang diri. Asroel biasanya menjepit kuas lukis di antara jari kaki kanan. Satu lukisan beraliran surealis mampu dia selesaikan dalam waktu satu pekan.
Bakat melukis Asroel terlihat sejak kecil dan saat tamat sekolah menengah atas ia merantau ke Yogyakarta. Putra pasangan Asbi Kinoh dan Serani ini lalu bekerja sebagai pelukis jalanan. Setelah beberapa tahun di Yogyakarta, Asroel mengadu nasib ke Bali dan bertemu seorang turis Australia yang memberinya modal usaha lukis.
Kini, Asroel sanggup menghidupi seorang istri dan satu anak dari hasil lukisnya. Hasil karya Asroel dihargai berkisar Rp 1 juta hingga Rp 15 juta. Lukisan Asroel banyak diminati para kolektor seni asal Eropa.
9. Sadikin Pard
Mungkin masih banyak orang yang beranggapan bahwa kekurangan yang ada pada dirinya merupakan suatu kelemahan dan penghambat dalam beraktivitas. namun semua itu saalah besar. karena keunggulan fisik yang dimiliki bukan menjadi jaminan orang tersebut akan sukses. banyak orang yang memiliki kelebihan fisik, justru kehidupannya sangat suram. namun, tidak sedikit orang yang memiliki keterbatasan fisik justru dapat menjadi orang besar.
yang paling penting bukanlah fisik yang kita miliki, tapi semangat hidup dan kerja keras yang dapat mengubah kehidupan kita untuk menjadi lebih baik. sehingga apa yang ada dalam fikiran kita dapat kita kembangkan lagi dan berani tampil beda.
masih ingatkah anda kisah seorang pelukis sukses “Sadikin Pard/ Sadikin Soepardi”? beliau adalah salah seorang pelukis yang tanpa memiliki kedua lengan. sangat tidak mungkin memang, melukis tanpa menggunakan lengan, tapi itu yang terjadi pada Pak Sadikin, Lelaki berusia 44 tahun asal Kota Malang tersebut mampu membuktikan bahwa kekurangan bukanlah alasan untuk berkarya. justru dari kekurangan itulah dapat menjadi suatu keunggulan dan mampu menciptakan suatu karya luar biasa. sehingga dapat menjadi kebanggaan bagi dirinya sendiri, keluarga, sanak saudara, daerah asal, bahkan bagi bangsanya.
jadi, ubahlah kekurangan dalam diri kita menjadi suatu keunggulan. tunjukkan bahwa kekurangan bukanlah kendala untuk memperbaiki kehidupan menjadi lebih baik.
10. Trimah
yang paling penting bukanlah fisik yang kita miliki, tapi semangat hidup dan kerja keras yang dapat mengubah kehidupan kita untuk menjadi lebih baik. sehingga apa yang ada dalam fikiran kita dapat kita kembangkan lagi dan berani tampil beda.
masih ingatkah anda kisah seorang pelukis sukses “Sadikin Pard/ Sadikin Soepardi”? beliau adalah salah seorang pelukis yang tanpa memiliki kedua lengan. sangat tidak mungkin memang, melukis tanpa menggunakan lengan, tapi itu yang terjadi pada Pak Sadikin, Lelaki berusia 44 tahun asal Kota Malang tersebut mampu membuktikan bahwa kekurangan bukanlah alasan untuk berkarya. justru dari kekurangan itulah dapat menjadi suatu keunggulan dan mampu menciptakan suatu karya luar biasa. sehingga dapat menjadi kebanggaan bagi dirinya sendiri, keluarga, sanak saudara, daerah asal, bahkan bagi bangsanya.
jadi, ubahlah kekurangan dalam diri kita menjadi suatu keunggulan. tunjukkan bahwa kekurangan bukanlah kendala untuk memperbaiki kehidupan menjadi lebih baik.
10. Trimah
Trimah, Membatik dengan kaki, terlahir dengan organ tubuh yang tak sempurna, tak membuat Trimah (22) putus asa. Ia justru bisa mengembangkan potensi dirinya sehingga mampu hidup mandiri dan mengaktualisasikan ide - ide segarnya lewat torehan demi torehan hingga menjadi motif batik di atas sehelai kain yang bisa ia jual hingga Rp 500 ribu.
Rutinitas itu mulai dijalani oleh dara yang kedua lengannya tak tumbuh normal ini, sejak tahun 2010 silam. Selain kedua lengannya, ia juga mengalami kendala saat berbicara dengan intonasi yang kurang jelas. Meski begitu, Trimah yakin benar bahwa kondisinya ini merupakan pilihan terbaik yang diberikan kepadanya.
Gerakan kakinya lincah saat mengambil canting yang ia jepit diantara jari - jari kaki kanannya. Sedangkan kaki kirinya ia gunakan untuk menahan kanvas yang tak jarang bergeser posisinya.
Remaja asal Magelang ini, tak mau menyerah pada keadaan. Ia juga tak mau dikasihani dan dibedakan hanya karena kondisinya itu. Hal ini ia buktikan bahkan sejak memasuki usia sekolah dasar. "Dari SD hingga SMA saya tidak masuk ke sekolah luar biasa, tapi saya memilih belajar di sekolah umum," jelasnya.
source:
http://sosbud.kompasiana.com/
http://forum.upi.edu/
http://diffaonline.com/
http://liferuminating.blogspot.com/
http://www.solopos.com/
http://sabarsubadri.wordpress.com/
http://siswowidodo.wordpress.com/
http://id.berita.yahoo.com/
http://www.slbk-batam.org/
http://madiuncool.blogspot.com/
http://world-spy.blogspot.com/
http://news.liputan6.com/
http://www.waspada.co.id/
http://www.tribunnews.com/
bilmana terdapat keslahan dalam artikel di atas, mohon diralat, terima kasih
Rutinitas itu mulai dijalani oleh dara yang kedua lengannya tak tumbuh normal ini, sejak tahun 2010 silam. Selain kedua lengannya, ia juga mengalami kendala saat berbicara dengan intonasi yang kurang jelas. Meski begitu, Trimah yakin benar bahwa kondisinya ini merupakan pilihan terbaik yang diberikan kepadanya.
Gerakan kakinya lincah saat mengambil canting yang ia jepit diantara jari - jari kaki kanannya. Sedangkan kaki kirinya ia gunakan untuk menahan kanvas yang tak jarang bergeser posisinya.
Remaja asal Magelang ini, tak mau menyerah pada keadaan. Ia juga tak mau dikasihani dan dibedakan hanya karena kondisinya itu. Hal ini ia buktikan bahkan sejak memasuki usia sekolah dasar. "Dari SD hingga SMA saya tidak masuk ke sekolah luar biasa, tapi saya memilih belajar di sekolah umum," jelasnya.
source:
http://sosbud.kompasiana.com/
http://forum.upi.edu/
http://diffaonline.com/
http://liferuminating.blogspot.com/
http://www.solopos.com/
http://sabarsubadri.wordpress.com/
http://siswowidodo.wordpress.com/
http://id.berita.yahoo.com/
http://www.slbk-batam.org/
http://madiuncool.blogspot.com/
http://world-spy.blogspot.com/
http://news.liputan6.com/
http://www.waspada.co.id/
http://www.tribunnews.com/
bilmana terdapat keslahan dalam artikel di atas, mohon diralat, terima kasih
0 komentar:
Posting Komentar